PENTAS Pemilihan Presiden dan Legislatif telah terlaksana 14 Februari lalu, menyisakan PR bagi pihak-pihak terkait, termasuk pemberi suara.
Bagi calon legislatif, cerdas saja tidak cukup untuk memperoleh kuota atau lolos sebagai Anggota DPR, DPD, atau DPRD. Ada hal lain yang juga memengaruhi hasil yakni isi tas, popularitas, dan satu hal yang berpengaruh besar bagi swing voter.
Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012, Bab VII tentang Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Pasal 51 menyebutkan, syarat calon antara lain cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia.
Saya menyimpulkan ini bermakna cerdas. Berkaitan dengan intelektualitas seorang calon anggota legislatif.
Saya mengamati dua kandidat perempuan dari Sumatra Utara (Sumut) yang cerdas dan pekerja keras serta memiliki isi tas. Satu calon dari Partai Keadilan Sejahtera yakni Alween Ong dan satu lagi dari Partai Nasdem yakni Cashtry Meher.
Mereka bertarung di wilayah berbeda, satu di Dapil I dan satu lagi di Dapil II. Wilayah I meliputi Medan, Deliserdang, Serdang Bedagai, dan Tebing Tinggi. Sementara Wilayah II meliputi Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Labuhanbatu Utara, Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kota Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Nias, Nias Selatan, Nias Utara, dan Nias Barat.
Keduanya masih tergolong muda berada di usia 30-an dan memiliki paras yang di atas rata-rata. Tapi, sekali lagi, untuk melaju ke Senayan bukan hal mudah.
Anggap saja perkara isi tas sudah aman. Lupakan dulu tentang integritas, kapabilitas, akseptabilitas, dan elektabilitas. Maka PR selanjutnya adalah popularitas.
Sekarang mari kita lirik kandidat maskulin dari Sumut. Seorang organisatoris, pemimpin beberapa organisasi dan duduk sebagai ketua partai berwarna kuning di Sumut, Musa Rajekshah. Sama dengan dua kandidat lain, pria yang akrab disapa Ijeck juga menarget kursi di Senayan. Ijeck bertarung di Dapil I.
Ketiga kandidat DPR RI ini saya kenal baik kiprahnya di Sumut. Mereka pekerja keras, well educated, dan good looking.
Tapi nasib yang menjadi pembeda. Hanya Ijeck yang beberapa hari pasca pemilu, langsung menempati posisi teratas dengan suara terbanyak.
Jadi, antara cerdas, isi tas, dan popularitas, masih ada faktor lain yang menjadi penentu apakah seorang caleg melaju ke Senayan atau tidak.
Di sini saya ingin mengatakan faktor yang juga berpengaruh besar yakni identitas. Seorang caleg dapat memiliki keberuntungan dari faktor identitas. Terutama bagi swing voter maupun mereka yang belum memiliki kandidat.
“Ini kan pemilihan langsung. Ada banyak yang kita pilih. Anggaplah kita sudah punya kandidat untuk Caleg DPR RI, DPD RI, dan DPRD provinsi. Tapi, kita belum punya calon untuk DPRD Kota, tentu kedekatan dan kesamaan atau identitas calon yang kita highlight. Misalnya, teman sekolah, teman seprofesi, teman seiman, atau marga yang sama,” ujar seorang DPT dari Kota Medan, GS.
Sumber DPT lain di Kota Medan juga mengatakan bahwa dirinya memilih salah satu nama dengan embel embel ustadz untuk DPD RI. Di surat suara, kandidat tersebut memajang foto dengan memakai kopiah yang umum dipakai haji atau pemuka agama, serta embel embel gelar yang panjang. Pada akhirnya, pengumuman KPU mengonfirmasi kemenangan suara kandidat tersebut melaju ke Senayan untuk kesekian kali.
Penulis: N Sulaiman
Editor: N Sulaiman